Kamis, 26 Januari 2012

Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja

KESEIMBANGAN PASAR TENAGA KERJA



A.  Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja Single Competitif
            Kurva penawaran tenaga kerja menunjukkan jumlah jam kerja dari pekerja pada berbagai tingkat upah. Sedangkan kurva permintaan tenaga kerja menunjukkan jumlah jam kerja yang digunakan oleh perusahaan pada berbagai tingkat upah. Keseimbangan terjadi pada saat penawaran tenaga kerja sama dengan permintaan tenaga kerja yaitu di titik upah keseimbangan w* dan jumlah jam kerja sebanyak E*. Setelah tingkat upah keseimbangan tercapai, setiap perusahaan di dalam industri berusaha mempekerjakan orang sampai pada titik dimana nilai marjinal produk tenaga kerja (value of marginal product of labor) sama dengan upah di pasar kerja yang kompetitif yaitu di titik E.

                        Keseimbangan di pasar kerja yang kompetitif

Mengapa upah bisa naik turun? Dalam perekonomian yang modern, terdapat kendala yang dihadapi berupa gangguan (shock) yang terjadi baik di sisi permintaan maupun penawaran. Upah dan kesempatan kerja yang selalu berubah merupakan respon dari perubahan yang terjadi dari sisi ekonomi, politik dan sosial. Ketika pasar kerja bereaksi terhadap gangguan yang terjadi, upah dan kesempatan kerja akan selalu bergerak menuju titik keseimbangan yang baru.


B.  Keseimbangan Kompetitif antar Pasar Tenaga Kerja
            Bagaimana keseimbangan pasar tenaga kerja terjadi bila di daerah utara mempunyai upah yang lebih tinggi dari daerah selatan? Diasumsikan dua pasar ini mempekerjakan pekerja yang memiliki ketrampilan yang sama sehingga orang yang bekerja di daerah Utara memiliki substitusi yang sempurna dengan daerah di Selatan. Upah keseimbangan di daerah Utara wN melebihi upah keseimbangan di daerah Selatan wS. Kurva permintaan dan penawaran di masing-masing pasar yaitu SN dan DN untuk daerah Utara sedangkan SS dan DS untuk daerah Selatan. Pekerja di daerah Selatan melihat upah di daerah Utara lebih besar, akan berpindah untuk bekerja di Utara. Penghasilan yang besar menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih besar. Sebaliknya perusahaan melihat adanya perbedaan upah di kedua daerah, akan berpindah ke daerah Selatan yang memiliki karakteristik tingkat upah yang lebih rendah dibandingkan di Utara, sehingga perusahaan memperoleh keuntungan lebih besar dengan mempekerjakan pekerja yang lebih murah. Jika pekerja berpindah antar daerah dengan bebbas, perpindahan pekerja (migrasi) akan mengubah kurva penawaran baik di daerah Utara maupun Selatan. Di daerah Selatan, kurva penawaran tenaga kerja akan bergeser ke kiri (ke SS’)  sampai sebagian pekerja di daerah Selatan meninggalkan daerahnya menuju daerah Utara. Akibatnya karena pekerja sangat langka di daerah Selatan, upah pekerja mengalami kenaikan. Sebaliknya di daerah Utara, kurva penawaran tenaga kerja akan bergeser ke kanan (ke SN’), sebagai akibat pekerja di daerah Selatan terus berdatangan. Dampaknya, upah di daerah Utara mengalami penurunan. Jika ada kebebasan bagi pekerja untuk berpindah dan kebebasan untuk keluar atau masuk  ke pasar, maka dampaknya perekonomian nasional akan menghasilkan tingakat upah tunggal yaitu sebesar w*.

C.     Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja Monopsoni
Jenis perusahaan monopsoni yaitu:
  1. perusahaan monopsoni dengan diskriminasi murni
  2. perusahaan monopsoni nondiskriminatif

a. Perusahaan monopsoni dengan diskriminasi murni
Perusahaan monopsoni dengan diskriminasi murni dapat mempekerjakan pekerja pada berbagai tingkat upah. Pada dasarnya perusahaan monopsoni tidak dapat mempengaruhi harga output di pasar. Keuntungan perusahaan yang diperoleh jika menambah pekerja sama dengan harga produknya dikalikan dengan marjinal produk tenaga kerja yang bersifat kompetitif, ditunjukkan oleh kurva nilai marjinal produknya. Perusahaan monopsoni dengan diskriminasi murni akan mempekerjakan orang sampai kondisi dimana nilai upah pekerja terakhir yang disewanya sama dengan biaya mempekerjakan pekerja terakhir tersebut. Atau sampai kondisi dimana kontribusi pekerja terakhir terhadap penerimaan perusahaan sama dengan ongkos marjinal pekerja. Pekerja terakhir ini merupakan pekerja yang menerima upah sesuai kemampuan tertinggi perusahaan untuk menarik pekerja yang ada di pasar. Apabila setelah ini ada pekerja lain yang masuk perusahaan tersebut, akan dibayar dengan tingkat upah reservasi. Keseimbangan pasar terjadi di titik A, dimana penawaran sama dengan permintaannya. Perusahaan monopsoni dengan diskriminasi murni mempekerjakan pekerja sebear E*, persis sama dengan tingkat kesempatan kerja pada pasar kompetitif. Upah w* bukan merupakan upah yang kompetitif. Upah itu merupakan tingkat upah yang harus dibayar oleh perusahaan monopsoni untuk menarik pekerja yang terakhir yang ada di pasar.
             
b.   Perusahaan monopsoni nondiskriminatif.
Perusahaan monopsoni nondiskriminasi harus membayar seluruh pekerja pada tingkat yang sama, tanpa mempedulikan upah reservasi pekerja. Hal ini disebabkan oleh perusahaan monopsoni nondiskriminasi harus menaikkan upah terhadap seluruh pekerja karena keinginan perusahaan untuk mempekerjakan lebih banyak pekerja sehingga kurva penawaran tenaga kerja tidak lagi menjadi biaya marjinal pekerja. Upah akan meningkat pada saat perusahaan monopsoni nondiskriminasi mempekerjakan lebih banyak pekerja, sehingga kurva ongkos marjinal tenaga kerja memiliki slope positif. Ongkos marjinal pekerja meningkat lebih besar dibandingkan dengan tingkat upah dan berada diatas kurva penawaran tenaga kerjanya. Perusahaan monopsoni akan memaksimumkan keuntungan dengan mempekerjakan orang sampai pada tahap dimana ongkos marjinal tenaga kerja sama dengan nilai marjinal produknya (titik A). Jika perusahaan mempekerjakan pekerja lebih rendah dari EM, maka nilai produk marjinalnya melebihi ongkos marjinal tenaga kerjanya dan perusahaan akan menambah pekerja. Sebaliknya, jika perusahaan mempekerjakan lebih dari EM, ongkos marjinalnya melebihi kontribusi pekerja bagi perusahaan dan perusahaan akan memberhentikan beberapa karyawan. Kondisi keuntungan maksimum bagi perusahaan monopsoni nondiskriminasi yaitu MCE = VMPE.
                      
Karakteristik keseimbangan pasar monopsoni dibandingkan dengan pasar kompetitif. Pertama, perusahaan monopsoni nondiskriminatif mempekerjakan orang lebih sedikit dibandingkan di pasar kompetitif sehingga pada pasar monopsoni akan terjadi pengangguran. Kedua, upah pada pasar monopsoni sebesar wM lebih kecil dari upah di pasar kompetitif w* dan juga lebih kecil dari nilai marjinal produknya yaitu VMPM.

D.     Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja Monopoli
Perusahaan monopoli mampu dan bebas mempengaruhi harga output di pasar (harga jual barang). Perusahaan monopoli akan memproduksi barang sampai keuntungan marjinal sama dengan ongkos. Karena perusahaan monopoli dapat menentukan harga jual, maka perusahaan dapat mempekerjakan tenaga kerja sesuai dengan keinginannya dan pada upah yang telah ditentukan perusahaan (misal sebesar w). Keuntungan perusahaan akan maksimal jika pada penggunaan tenaga kerja sebesar E1, yaitu pada saat W=MRPE (titik A). Jika jumlah pekerja lebih kecil dari E1, dengan adanya tambahan pekerja, perusahaan akan mendapatkan keuntungan. Hal ini karena ongkos mempekerjakan lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh. Sebaliknya, jika perusahaan mempekerjakan orang yang lebih besar dari E1, pekerja terakhir yang disewa menghasilkan keuntungan yang lebih kecil dari ongkos mempekerjakannya. Jika perusahaan berada pada pasar yang kompetitif, maka akan mempekerjakan sampai pada titik dimana upah sama dengan nilai marjinal produknya yaitu sebesar E2.
»»  Buka Cuyy...

Selasa, 24 Januari 2012

Pedoman Observasi Skala Deskriptif


Pedoman observasi skala deskriptif
Definisi
Statistik secara sempit diartikan sebagai data. Arti luas diartikan sebagai alat. Alat untuk analisis, dan alat untuk membuat keputusan. Statistik digunakan untuk membatasi cara-cara ilmiah untuk mengumpulkan, menyusun, meringkas, dan menyajikan data penyelidikan.
Ruang lingkup statistik
a. Statistik deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk mengambarkan atau menganalisis suatu statistik hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas (generalisasi/inferensial). Penelitian tidak bermaksud untuk membuat suatu kesimpulan terhadap populasi dari sampel yang diambil, statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif.
b. Statistik inferensial
Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel, dan hasilnya akan digeneralisasikan untuk populasi dimana sampel diambil. Terdapat dua jenis statistik inferensial yaitu statistik parametrik dan statistik non parametrik. Statistik parametrik digunakan untuk menganalisis data yang berbentuk interval dan rasio sedangkan statistik non parametrik biasanya digunakan untuk menganalisis data yang berbentuk nominal dan ordinal.
Statistik parametrik mensyaratkan bahwa distribusi data normal dan variansi data harus sama sedangkan statistik non parametrik tidak memerlukan syarat distribusi data normal dan variansi sama.
»»  Buka Cuyy...

Pedoman Observasi Bentuk Uraian


Pedoman observasi bentuk uraian
Langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi langsung adalah sebagai berikut :
1. Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah laku, misalnya penampilan guru di kelas. Lalu catat kegiatan yang dilakukannya dari awal sampai akhir pelajaran. Hal ini dilakukan agar dapat menentukan jenis perilaku guru pada saat mengajarkan sebagai segi-segi yang akan diamati.


2. Berdasarkan gambaran dari langkah ( a ) di atas, penilai menentukan segi-segi mana dari perilaku guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan keperluannya. Urutkan segi-sejgi tersebut sesuai dengan apa yang seharusnya berdasarkan khasanah pengetahuan ilmiah, misalnya berdasarkan teori mengajar. Rumusan tingkah laku tersebutu harus jelas dan spesifik sehingga dapat diamati oleh pengamatnya


3. Tentukan bentuk pedoman observasi tersebut, apakah benruk bebas ( tak perlu jawaban, tetapi mencatat apa yang tampak ) atau pedoman yangn berstruktur ( memakai kemungkinan jawaban ). Bila dipakai bentuk yang berstruktur, tetapkan pilihan jawaban serta indikator-indikator dan setiap jawaban yang disediakan sebagai pegangan bagi pengamat pada saat melakukan observasi nanti


4. Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dahulu pedoman observasi yang telah dibuat dan calon observanagar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan bagaimana cara mengisinya.


5. Bila ada hal khusus yang menarik,tetapi tidak ada dalam pedoman observasi, sebaiknya diadakan catatan khusus atau komentar pengamat di bagian akhir pedoman observasi.


Pencatatan hasil observasi itu pada umumnya jauh lebih sukar daripada mencatat jawaban-jawaban yang diberikan oleh peserta didik terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam suatu tes. Pencatatan terhadap segala sesuatu yang dapat disaksikan dalam observasi itu penting sekali sebab hasilnya akan dijadikan landasan untuk menilai makna yang terkandung di balik tingkah laku peserta didik tersebut. Pedoman observasi itu wujud kongkretnya adalah sebuah atau beberapa buah formulir (blangko atau form) yang di dalamnya dimuat segi-segi, aspek-aspek atau tingkah laku yang perlu diamati dan dicatat pada waktu berlangsungnya kegiatan peserta didik
»»  Buka Cuyy...

Karakteristik Bahasa

KARAKTERISTIK BAHASA

            Uraian tentang hakikat bahasa sebenarnya sudah memberikan gambaran tentang karakteristik bahsa.dalam urian bentuk ditegaskan secara lebih eksplisit tentang karakteristik bahsa itu.
            Para ahli bahasa pada umumnya memberikan hakikat bahasa dengan menyajikan karakteristiknya, di samping dengan menyajikan definisinya. Hal yang itu dapat di pahami karena definisi tidak dapat memberikan perian yang konkret sehingga hakikinya juga tidak tampak secara jelas. Pemahaman suatu entitas menjadi sempurna melalui karakteristik entitas itu.
             Beberapa karakteristik bahsa dapat disebutkan disini (1) oral, (2) sistematis, (3) arbitrar, (4) konvensional, (5) unik dan universal, (6) beragam, (7) berkembang, (8) produktif, (9) fenomena sisoal, dan (10) bersifat insani. Tentu tidak tertutup kemungkinan itu dipandang sudah memberikan pemahaman yang jelas tentang bahasa.

1.    Oral
ciri bahawa bahasa adalah bunyi adalah wajar mengingat kenyataan bahwa pengalaman berbahasa yang paling umum pada manusia adalah berbicara dan menyimak. Kehadiran bunyi bahsa lebih dulu daripada kehadiran tulisan. Sehubung dengan itu, Bloomfield (1979) menyatakan bahwa bahsa pada hakikatnya adalah lisan (oral).
Tulisan atau sistem tulisan hanyalah mampu mewakilisebagian dari isyarat penting yang terdapat dalam ucapan. Bahkan sistem tulisan bisa mewakili bunyi yang berbeda. Dalam bahasa indonesia, misalnya, tulisan teras dapat mewakili teras [t ras] ‘penting’ dan teras [teras] ‘bagian depan rumah’. Tulisan dalam bahsa inggris dapat mewakili bunyi apikoalveolaraspirat [th]. Tulisan t itu dalam bahasa indonesia hanya mewakili bunyi konsonan apikoalveolar [t] saja. Jadi, tulisan pada hakikatnya merupakan gambar bunyi yang tidak secara sempurna mewakili bahasa yang diwakilinya.

2.    Sistematis, Sistemis, dan Komplit
bahasa memiliki sifat sistematis, yang berarti bahwa dalam bahasa itu terdapat
aturan atau kaidah. Beroperasinya bahasa selalu terikat pada aturan-aturan atau kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Karena itu pula dapat dikatakan bahwa bahasa itu teratur.
            Sifat sistematis itu dapat pula diartikan bahwa sejumlah satuan bahasa yang terbatas hanya dapat berkombinasi dalam sejumlah cara yang terbatas. Dalam bahasa indonesia, misalnya terdapat prefiks ber- yang dapat berkombinasi dengan verba. Akan tetapi, tidak selalu kombinasi antara prediks ber- dan verba akan selalu menghasilkan bentukan yang gramatikal.
Contoh-contoh berikut memberikan bukti bahwa hal itu bener.
(1)   berlari
(2)   berkelahi
(3)   * bersembelih
(4)   * berlihat

Contoh-contoh tersebut memberikan bukti bahwa ber- tidak dapat berkombinasi dengan verba sembelih dan lihat.

3.    Arbitrar dan Simbolis
Ciri arbitrar ini tampak pada hubungan antara lambang dan yang dilambangkan dalam pengertian bahwa ada hubungan langsung antara lambang dan yang dilambangkan. Dalam bahasa indonesia kata pencuri melambangi ‘orang yang berpotensi mengambil milik orang lain tanpa minta izin dan tanpa setahu pemiliknya’. Tidak dapat dinalar mengapa lambang yang digunakan adalah kata pencuri, dan bukan perampok, pengambil, atau pembajak. Pelamabang seperti itu dalam bahasa inggris disebut thief. Mengapa pelambangannya demikian tidak dapat dijawab karena tidak ada hubungan logis antara lambang dan yang dilambangkan itu.
Dalam objek atau pengalaman yang mana pun tidak didapati sifat-sifat yang berpautan yang menuntut kita untuk melekatkan lambang-lambang verbal pada objek dan pengalaman itu. Kita menggunakan kata “burung” untuk menunjukan binatang vertebrata yang bersayap dan bertelur. Orang inggris menggunakan kata bird; orang arab: teorun; orang jawa/sunda: manuk; orang belanda: vogel.
Lambang-lambang bahasa itu menggambarkan objek-objek yang konktet, berbagi kegiatan, pengalaman, dan gagasan. Kata-kata itu hanyalah merupakan lambang-lambang benda nyata. Sifat-sifat simbolis yang dimiliki bahas itu memungkinkan kita mengabstraksikan ide-ide dan pengalaman, berbicara dengan Grand Canyon, Kutub Utara, Arafah, bahkan tentang surga dan neraka, meskipun kita belum pernah mengalaminya secara langsung.
Pelambangan secara terurai di atas bersifat individual. Tidak ada peluang bagi setiap individu untuk menciptakan bentuk satuan bahasa sekehendaknya. Sifat arbitrar itu hanya berlaku dalam bentuk kesepekatan atau konvensi. Jadi, masyarakat berbahasalah yang secara sewenang-wenang menentukan lambang-lambang dalam bahasa dan menentukan pula maujud yang dilambangkan oleh lambang-lambang itu.
Lambang-lambang yang dapat dihubungkan dengan alam atau peristiwa alam sering digunakan orang untuk membantah sifat arbirarnya bahasa itu. Kata-kata ironis dalam anomatopetis seperti cecak, tokek, cicit, dan koko dalam bahasa indonesia, atau kata-kata seperti keplak, gebug, dan cemeng dalam bahasa jawa merupakan kata-kata yang berhubungan dengan alam atau peristiwa alam. Akan tetapi, hal itu tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk menyatakan bahwa lambang dan yang dilambangi itu memiliki hubungan logis. Di samping jumlahnya sangat terbatas (Kridalaksana, 1983), peristiwa alam yang sama tidak selalu menghasilkan lambang yang sama. Dari peristiwa alam bunyi letusan tembakan lahir kata tam dalam bahasa Belanda dan Inggris. Dalam bahasa Indonesia bukan kata tam yang muncul, melainkan kata dor. Dari peristiwa bunyi kucing lahir kata meauw dalam bahasa Inggris dan kata meong dalam bahasa Jawa. Mengapa dari peristiwa alam yang sama lahir kata-kata yang berbeda atau lambang-lambang yang tidak sama. Jawabannya jelas, yakni arbitrar:tetap tidak dapat dijelaskan mengapa begitu.



4.    Konvensional
Seperti telah disinggung pada butir 3 di atas bahawa sifat arbitrar itu berlaku secara sosial, tidak secara individual. Sifat itu merupakan hasil kesepakatan masyarakat. Karena itulah bahasa dapat disebut bersifat konvensional, sebagai sifat hasil kesepakatan itu bukanlah formal yang dinyatakan melalui musyawarah, sidang, rapat, atau kongres, atau rapat raksasa, untik menentukan lambang tertentu.
Walaupun forum formal tidak ada, dan harus tidak ada, setiap pemakai bahasa harus tunduk kepada kesepakatan atau konvensi. Disadari atau tidak, pemakai bahasa sudah melakukan hal itu. Pelambangan yang menyimpang menyebabkan bahasa yang digunakan seseorang menjadi tidak komunikatif.

5.    Unik dan Universal
Setiap bahasa memiliki ciri khasanya sendiri yang tidak terdapat pada bahasa lain. Dengan kata lain, setiap bahasa memiliki ciri-ciri yang diskrit, yang memberikan identitas diri sebagai bahasa yang berbeda dari yang lain. Kata ulang dwiwasana, misalnya, merupakan ciri khas yang terdapat dalam bahsa madura, seperti kata lon-alon, nak-kanak, reng-oreng dan lain-lain. Keunikan itu akan tampak pada semua dengan jumlah dan jenis vokal dalam bahsa lain. Dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat bunyi /O/ seperti pada kata think dan thank yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia.
Di samping memiliki ciri yang unik, bahasa atau setiap bahasa memiliki ciri-ciri yang universal, yaitu ciri-ciri yang berlaku pada semua bahasa. Misalnya, pada setiap bahasa terdapat unsur bunyi yang terpilih menjadi dua, yakni vokal dan konsonan. Bunyi-bunyi pada setiap bahasa akan dipengaruhi oleh lingkungan distribusinya. Bunyi-bunyi bahasa itu bersifat simetris. Setiap bahasa memiliki satuan-satuan gramatika, seperti morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Dari segi jenis kalimat. Setiap bahasa memiliki jenis kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.
Ciri-ciri universal bahasa telah mendapatkan perhatian khusus dalam linguistik. Linguistik yang mengadakan kajian ciri-ciri bahasa yang bersifat universal itu disebut linguistik universal.

6.    Beragam
Perwujudan bahasa tidaklah monolitik, satu maujud yang menunjukkan keseragaman. Dengan kata lain, bahasa itu beragam.
Ragam bahasa bermacam-macam bergantung pada dasar klasifikasinya. Berdasarkan masyarakat pemakainya terdapat ragam yang disebut sosiolek. Berdasarkan klasifikasi itu terdapat ragam bahwa masyarakat terdidik, ragam bahasa petani, dan lain-lain. Isitilah sosiolek itu sebenarnya kurang begitu populer, dan Samsuri (1982:17) menyebut ragam bahsa yang demikian itu sebagai dialek. Jadi, menurut Samsuri terdapat dua kategori dialek, yakni dialek berdasarkan wilayah/daerah pemakainya dan dialek bedasarkan kelompok masyrakat pemakainya. Pada umumnya. Istilah dialek dikenakan pada ragam bahasa didasarkan wilayah pemakainya.
Berdasarkan kebakuannya, ragam bahasa dapat dikategorikan menjadi dua, yakni ragam baku dan raham subbaku. Pembagian ragam demikian itu antara lain diterapakan oleh Moeliono (1985). Salah satu aspek yang diperlihatakn oleh Moeliono adalah subsistem konsonan dalam bahasa Indonesia yang berdampingan. Subsistem yang pertama berlaku untuk ragam baku dan subsistem yang kedua berlaku untuk ragam subbaku. Kedua subsistem itu merupakan subsistem pokok dalam sistem konsonan bahasa Indonesia.
Bahasa juga beragam karena tingkat formalitas pemakaiannya. Menurut Joss, seperti yang dikutib Nababan (1979:11), ragam bahasa yang didasarkan tingkat formaitas pemakaiannya dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu (1) ragam beku (frozen), (2) ragam resmi (formal), (3) ragam usaha (consultative), (4) ragam santai (casul), (5) ragam akrab (intimate), dengan penjelasan masing-masing berikut ini.

1)      Ragam beku merupakan ragam yang paling resmi yang dijumpai dalam situasi-situasi yang khidmat dan upacara-upacara yang sangat resmi. Sesuai dengan namanya, ragam beku itu tidak boleh diubah-ubah. Ragam beku itu dapat dilihat pada dokumen-dokumen bersejarah, seperti dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. kalimat pertama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu, misalnya, yang diredaksikan dangan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan peri keadilan.” Tidak dapat diganti dengan “Kemerdekan itu adalah hak semua bangsa dan karena itulah semua wujud penjajahan harus dihapuskan”.
2)      Ragam resmi merupakan yang digunakan dalam situasi-situasi resmi, situasi-situasi kedinasan suatu lembaga. Misalnya, ragam bahasa yang digunakan oleh presiden dalam rapat atau sidang DPR/MPR.
3)      Ragam usaha merupakan ragam bahasa yang digunakan pada konteks usaha, seperti pembicara-pembicara di sekolah, perusahaan-perusahaan, transaksi-transaksi, dan lain-lain.
4)      Ragam santai merupakan ragam bahasa dalam situasi santai antarapersona yang sudah akrab, seperti ragam bahasa yang digunakan sewaktu berekreasi, berolah raga, dan lain-lain.
5)      Ragam akrab merupakan ragam bahasa yang dipergunakan dalam situasi-situasi yang sangat akrab (intim), seperti ragam bahasa yang dipergunakan di lingkungan keluarga, atau antarpersona yang tingkat hubungannya sudah seperti keluarga. Ragam bahasa ini tidak diwujudkan dalam bentuknya yang lengkap dengan artikulsi yang jelas. Kelimat-kalimatnya cukup yang pedek-pendek.

Perbedaan-perbedaan di antara ragam-ragam tersebut tampak pada berbagi tataran bahasa. Perbedaan-perbedaan itu tampak pada pilihan kata, bentuk kata, bentukan kalimat, prosodi, dan bahkan tampak pada wujud-wujud kinesis penuturnya. Gaya santai, misalnya, merupakan gaya yang digunakan oleh penutur ketika dia menggunakan ragam santai.

7.    Berkembang
Karakter ini berlaku pada bahasa yang masih hidup, seperti bahasa Indonesia, bahasa Banjar, bahasa Inggris, bahas Prancis, bahasa Madura, dan lain-lain. Bahasa Indonesia lama (melayu) tidak mengenal bunyi [F] sehingga terbentuklah kata-kata paham, bukan faham, kata pebruari, bukan februari, dan kata aktip, bukan aktif. Dalam bahasa Jawa kama tidak terdapat bunyi [z] dan karena itu setiap bunyi [z] yang berasal dari bahasa lain, seperti zakat yang berasal dari bahasa Arab akan menjadi jakat. Bahasa Jawa baru sudah mengenal bunyi [z] itu sehingga sekarang terdapat kata-kata zakat, mukjizat, dan lain-lain.
            Perkembangan yang sangat mencolok terdapat pada unsur leksikon. Kata-kata seperti sempadan, dampak, kiat, pajan, dan senarai merupakan kata-kata yang menunjukan perkembangan leksikon dalam bahasa Indonesia, walau di antara kata-kata itu dulu pernah ada pada bahasa Indonesia atau bahasa Melayu. Kata-kata yang tidak baru pun dapat dirunut berdasarkan historisnya sebagai kata-kata yang menunjukkan perkembangan suatu bahasa. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, dapat diyakini bahwa kata-kata analisis, metode, konvensi, operasi, distribusi, konkret, dan lain-lain merupakan kata-kata yang berasal dari bahasa asing (bahasa Inggris atau bahasa Belanda). Dalam perkembangannya, unsur-unsur yang merupakan wujud perkembangan itu tidak lagi disadari oleh penuturnya. Kata data, misalnya, yang dari pola suku katanya sangat dekat atau sama dengan suku bahasa Indonesia, mungkin tidak lagi disedari sebagai unsur yang berasal dari bahasa asing jik penuturnya itu tidak mengerti bahasa Inggris atau bahasa Latin.
            Bahasa-bahasa yang kita kenal sekarang ini semuanya mengalami perubahan. Kata-kata baru hamburger, hotdog, pizza, survay, riset, masuk ke dalam bahasa Indonesia; kata-kata yang sudah mati: mangkus, sangkil, piawai, peringkat, dihidpukan lagi. Bentuk baru menggantikan bentukan lama: pelatihan menggantikan latih, simpulan menggantikan kesimpulan.
8.    Produktif atau Kreatif
Sebenarnya, karakter ini berangkat dari pemakainya. Pemakai bahasa, dengan pola-pola dan lambang-lambang yang terbatas dapat mengkreasi hal-hal baru (new world) melalui bahasa. Dengan konstruksi posesif dalam satuan frase, misalnya, penuturan bahasa Indonesia dapat menciptakan frase-frase berikut dan dapat melanjutkannya secara tak terbatas.
Buku saya
Rumah teman
Teman anda
Teman adik saya

Kridalaksana (dalam kentjono(ed.),1982) mengartikan produktivitas itu dari perbandingan unsur dan daya pemakaiannya. Dari unsur-unsur yang terbatas, bahasa dapat dipakai secara tidak terbatas oleh pemakainya. Bahasa Indonesia memiliki 30 fonem, tetapi kata-kata yang diciptakan dengan 30 fonem itu berjumlah lebih dari 30.000 buah. Dengan fonem-fonem itu pula masih sangat mungkin diciptakan kata-kata baru. Dengan tiga tipe kalimat, yakni tipe kalimat berita, kalimat tanya, kalimat seru, dapat direproduksi kalimat-kalimat bahasa Indonesia yang jumlahnya tidak anak terbatas.

9.    Merupakan Fenomena Sosial
Bahasa itu merupakan fenomena sosial. Kita tidak dapat memisahkan bahsa dari kebudayaan, sebab hubungan antara keduanya sangat erat. Bahas itu sudah menyatu benar dangan orang yang menggunakan dan memilikinya. Karena bahasa itu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kebudayaan, maka setiap bahasa merefleksikan kebudayaan masyarakat pemakainya. Bahasa itu merupakan bagian dari sistem nilai, kebiasaan, dan keyakinan yang kompleks yang membentuk suatu kebudayaan.
Semua kebudayaan mempunya konvensi. Cara berperilaku, berpakaian, duduk, makan, berbicara, meminang, dan sebagainya mengikuti konvensi. Ada tata cara yang disepakati dan dibakukan. Karena bahasa pun merupakan salah satu bentuk periaku, maka mudahlah dipahamin bahwa bahasa pun merupakan konvensi. Bahasa digunakan sesuai dengan standar yang disepakati dan diikuti bersama oleh kelompok masyarakat tertentu.

10.    Bersipat Insani
Hanya manusialah yang mempunyaikemampuan berbahasa. Memang, ada berbagi spesis, seperti ikan dolpin, yang dikenal memili sistem komunikasi yang sangat canggih. Namun, ketidakmampuannya menggunakan lambang-lambang bahasa untuk menyatakan pikirannya. Bahasa merupakan sesuatu aspek perilaku yang bisa dipelajari hanya oleh manusia. Bahasa menumbuhkembangkan kemampuan manusia untuk berkomunikasi dan menempatkan peradabannya jauh diatas berbagai bentuk kehidupan makhluk hidup yang lebih rendah.
»»  Buka Cuyy...